JOHAN
“Aw!”
Langkah Albert terhenti. Roman yang berjalan di sebelahnya ikut berhenti pula, lalu meletakkan dua koper yang dibawanya.
“Wat is er mis met je Albert*? Apakah barang-barang yang kau bawa menyulitkanmu?”
Roman mengira itu teriakan Albert. Suara temannya memang mirip dengan suara teriakan tadi. Apakah Albert kesulitan membawa barang bawaannya? Sejak turun dari kapal, Roman melihat Albert cukup kewalahan membawa dua koper, satu ransel, dan beberapa bungkusan kecil. Roman sempat mengusulkan untuk memanggil kuli panggul, tetapi Albert menolak dan memilih membawa barang-barangnya sendiri.
“Bukan saya, lihat ke sana,” jawab Albert.
Roman menoleh. Dia melihat temannya yang lain, Johan, sedang berjongkok. Koper-koper milik Johan diletakkan begitu saja di dekat dermaga. Sementara Johan tengah membantu seorang anak lelaki yang kesakitan. Di sebelah anak itu, tampak pria setengah baya, yang mungkin ayah dari sang anak. Bila melihat dari pakaian mereka, tampaknya mereka adalah kuli-kuli panggul di Pelabuhan Tanjung Priok. Selain orang dewasa, di sana memang cukup banyak anak-anak yang ikut menawarkan jasa memanggul barang bawaan penumpang kapal. Biasanya anak-anak itu menemani ayah atau kakaknya, yang sudah cukup lama bekerja sebagai kuli panggul.
Si anak berteriak kesakitan, ketika tanpa sengaja menginjak paku. Lukanya cukup dalam dan dia tergeletak di tanah. Johan mengambil kotak berisi peralatan pertolongan pertama dari dalam ranselnya, dan segera mengobati anak tersebut.
“Wat ben je aan het doen, Johan**?” Albert mendekati Johan.
“Anak ini kesakitan, dia menginjak paku. Aku harus menolongnya,” jawab Johan sambil membebat kaki anak itu setelah sebelumnya di menorehkan obat merah, cairan untuk mengobati luka.
“Tapi dia cuma anak kuli pelabuhan, Johan. Kamu tidak pantas berjongkok di depan seorang kuli. Suruh saja dia pergi ke klinik di pelabuhan ini,” ujar Albert setengah marah.
Johan bangkit. Dia menatap Albert dengan pandangan tajam. “Justru karena dia cuma seorang anak kuli, dia tidak bisa masuk ke klinik itu. Hanya pegawai resmi pelabuhan atau penumpang kapal seperti kita yang bisa dirawat di klinik,” balas Johan, “Makanya aku bantu. Kebetulan aku selalu membawa kotak EHBO*** di dalam ransel atau tasku.”
“Ah, tapi tidak pantas kamu menolong. Dia hanya seorang kuli negeri pendudukan kita. Kau akan memalukan bangsamu menolong orang yang lebih rendah derajatnya dari kita,” sergah Albert.
“Lebih rendah? Kita sama-sama manusia,” ujar Johan lalu mengambil koper-kopernya dan melangkah keluar Pelabuhan Tanjung Priok.
Johan, Albert, dan Roman, adalah tiga dari sekian puluh pemuda Belanda yang dikirim untuk bekerja di tanah jajahan mereka, di Hindia-Belanda pada awal 1912. Setelah menempuh perjalanan panjang lebih dari enam minggu dari Pelabuhan Rotterdam, akhirnya mereka tiba juga di Pelabuhan Tanjung Priok. Johan - atau sering pula dia menulis namanya P. Joh Smits - sesuai dengan pendidikannya, akan bekerja sebagai pegawai dinas meteorologi di Batavia. Sedangkan Albert dan Roman, akan bertugas di jawatan kereta api. Namun, karena ketiganya berasal dari kota yang sama, Hilversum, maka sejak sebelum berangkat, ketiganya sudah saling mengenal.
Johan memang senang membantu orang lain yang membutuhkan pertolongan. Itulah sebabnya ketika ada seorang anak yang berteriak kesakitan tertusuk paku, tanpa pikir panjang Johan segera turun tangan. Baginya, membantu orang lain adalah kewajiban sebagai manusia.
Sejak kecil, Johan telah dididik orangtuanya untuk selalu berempati dan bersimpati kepada orang lain. Apalagi kemudian dia ikut pula bergabung dengan gerakan pendidikan kepanduan yang baru saja didirikan di Belanda. Gerakan pendidikan karakter bagi kaum muda yang mengutamakan kegiatannya di alam terbuka, pertama kali digagas oleh seorang purnawirawan tentara Kerajaan Inggris, Robert Stephenson Smyth Baden-Powell pada 1907. Gerakan itu kemudian berkembang ke banyak negara, termasuk ke Belanda. Pada 7 Januari 1911, secara resmi dibentuk organisasi bernama Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO) di Belanda.
Johan termasuk dari sekian banyak pemuda yang tertarik pada kepanduan dan mendaftar menjadi anggota NPO. Sejak masuk dan menjadi seorang padvinder****, Johan dididik untuk mengamalkan kode kehormatan berupa janji dan ketentuan moral. Inti kode kehormatan itu adalah setiap anggota gerakan pendidikan kepanduan berjanji akan bersungguh-sungguh menjalankan kewajiban terhadap Tuhan, negara, dan menolong sesama hidup.
Hal itulah yang diwujudkan secara nyata oleh Johan. Meskipun sebagian temannya menganggap menolong kuli dari bangsa jajahan adalah hal yang tidak pantas dilakukan, akan tetapi Johan beranggapan lain. Johan ingat betul salah satu kalimat bijak yang pernah diucapkan Baden-Powell, yang kelak dijadikan sebagai Bapak Pandu/Pramuka Sedunia. Baden-Powell yang kemudian diberi gelar Lord, pernah mengatakan, “The real way to get happiness is by giving out happiness to other people*****.” Ya, betul. “Cara sebenarnya untuk mendapatkan kebahagiaan adalah dengan memberikan kebahagiaan kepada orang lain,” ujar Johan, “Jadi kalau kita dapat membantu orang lain sehingga dia bahagia, seperti anak itu yang terbebas dari rasa sakit akibat tertusuk paku, itu sekaligus memberikan kebahagiaan pada diriku.”
Temannya, PA de Jager, mengangguk setuju. Mereka lalu bersepakat memulai latihan kepanduan bagi anak-anak yang ada di sekitar komplek Dinas Meteorologi di Batavia pada pertengahan 1912. Dari keduanya, P Joh Smits dan PA de Jager, gerakan pendidikan kepanduan berkembang di Hindia-Belanda.
Bila awalnya masih menjadi bagian NPO, belakangan organisasi pendidikan kepanduan di Hindia-Belanda berdiri sendiri dengan nama Nederland Indisiche Padvinders Vereeniging (NIPV). Setelah itu, sejumlah tokoh bumiputera juga mendirikan organisasi pendidikan kepanduan. Bermula dari Javaansche Padvinders Organisatie (JPO) yang didirikan oleh KGPAA Mangkunegoro VII di Solo pada 1916, selanjutnya berbagai organisasi pendidikan kepanduan lainnya ikut pula didirikan.
Setelah Republik Indonesia merdeka, gerakan pendidikan kepanduan terus berkembang. Sampai 1961 ada sekitar 60 organisasi, yang oleh Presiden Soekarno disatukan dalam wadah Gerakan Pramuka. Saat ini Gerakan Pramuka, memiliki sekitar 25 juta anggota. Sementara, keseluruhan Pandu/Pramuka di dunia yang ada di 171 organisasi nasional kepramukaan berjumlah lebih dari 54 juta orang. Berarti hampir setengahnya ada di Indonesia, dan menjadikan Gerakan Pramuka sebagai organisasi pendidikan kepanduan terbesar di dunia.
Sama seperti Baden-Powell dan P. Joh Smits, para anggota Gerakan Pramuka saat ini juga terus berusaha mewujudkan kode kehormatan dalam tindakan nyata, menolong sesama hidup.
Catatan Kaki:
*Wat is er mis met je Albert? = Ada apa denganmu Albert?
**Wat ben je aan het doen, Johan? = Apa yang kau lakukan Johan?
***EHBO singkatan dari Eerste Hulp bij Ongeluk atau dalam Bahasa Indonesia disebut Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).
****Padvinder = Pandu; Pramuka
*****The real way to get happiness is by giving out happiness to other people = Cara sebenarnya mendapatkan kebahagiaan adalah dengan memberikan kebahagiaan kepada orang lain. (Bagian dari pesan terakhir Lord Baden-Powell, 1941). alert-info
Tulisan Kak Berthold/info/button
