Serial Kisah Pramuka : Frits

Serial Kisah Pramuka : Frits

FRITS

Frits baru saja menerima selembar kartu pos. “Dari Giok Peng,” ujar Frits menyebut nama sahabatnya, sesama Voortrekker*.

Dalam kartu pos itu, Giok Peng mengutip informasi yang didapatnya dari surat kabar “Bintang Timoer” edisi 28 November 1934, “Programma penjamboetan pada Lord Baden Powell dilapangan B.B.W.S.pada hari Selasa 4 December djam 8 pagi sekarang dapat ditentoekan sebagai berikoet: Jang akan menoenggoe kedatengannja Chief dan Lady Baden Powell semoea padvinders dan padvindsters kira-kira ada 1400 orang.”

Giok Peng mengajak Frits untuk ikut serta menyambut kedatangan Bapak Pandu Sedunia** itu. Tentu saja Frits tak menolak. Meskipun dirinya sibuk sebagai mahasiswa di STOVIA***, dia sungguh bersemangat untuk melihat langsung Lord Baden-Powell yang selama ini hanya dikenalnya dari foto dan tulisan-tulisan saja.

Sehari sebelum kedatangan Bapak Pandu Sedunia itu, Frits dan Giok Peng sepakat bertemu di Lapangan BBWS****, sebagaimana disebutkan dalam berita di surat kabar “Bintang Timoer”. Mereka ingin melihat persiapan penyambutan Lord dan Lady Baden-Powell.

Bersepeda Fongers, Frits melaju dari tempat tinggalnya di depan STOVIA. Jarak yang pendek, membuat tak sampai sepuluh menit, Frits telah tiba di Lapangan BBWS. Dia mencari-cari Giok Peng, akan tetapi tampaknya sahabatnya itu belum datang.

Sambil menunggu kedatangan Giok Peng, Frits memperhatikan pandu-pandu dipimpin beberapa leider***** dari NIPV****** sedang menyiapkan panggung yang dibuat dari gabungan kayu dan bambu.

Tiba-tiba terdengar teriakan dari sudut kiri tempat Frits berdiri. Seorang pandu menahan sakit. Darah bercucuran di dekat pandu itu. Rupanya, sang pandu salah memotong bambu yang akan dijadikan pegangan tangga. Alih-alih bambu, malah tangan kirinya yang terpotong.

Sejumlah leider segera berlari dan membantu. Fris yang di sepedanya selalu terdapat tas kecil berisi peralatan P3K, juga ikut berlari ke arah pandu itu. “Ini peralatan EHBO*******, silakan digunakan,” ujar Frits kepada salah seorang leider di situ.

Salah satu leider mengambil peralatan itu. Pandu yang terluka segera dirawat dengan pertolongan pertama, sebelum kemudian dengan kereta kuda dilarikan ke rumah sakit terdekat. Sementara, pembangunan panggung untuk menyambut kedatangan Bapak Pandu Sedunia tetap dilanjutkan.

Frits menceritakan kecelakaan itu kepada Giok Peng, saat sahabatnya tiba. Selesai Frits bercerita, kini Giok Peng yang berbicara. “Kamu tadi bicara kecelakaan berdarah, kebetulan saya baru mendapat informasi ada seorang Leider NIPV yang saat ini sedang dirawat di Sint Carolus Ziekenhuis Vereeniging********. Dia juga sangat membutuhkan darah,” jelas Giok Peng.

Lalu sahabat Frits itu menambahkan, bahwa pembina pandu dari NIPV adalah seorang berkebangsaan Belanda, yang membutuhkan darah dari golongan darah AB. Sudah dicari ke sana ke mari, tetapi belum juga diperoleh donor yang tepat.

“Kenapa tidak mencoba menghubungi Ahmad?” Frits mengajukan usul,

Ahmad adalah seorang Pandu Penuntun yang juga merupakan sahabat dari Frits dan Giok Peng. Namun, Ahmad bergabung dengan Kepanduan Bangsa Indonesia, yang tidak berinduk pada NIPV. Saat itu terjadi perbedaan, bagi para pandu yang tidak berinduk pada NIPV dilarang menggunakan istilah “padvinder” dan “padivnderij”. Maka dipelopori Haji Agus Salim, para pandu bumiputera menggunakan nama “pandu” dan “kepanduan”.

Para pandu yang tidak berinduk pada NIPV juga tidak boleh ikut menyambut kedatangan Lord dan Lady Baden-Powell. Semua ini bermula dari kekhawatiran Pemerintah Hindia-Belanda, yang melihat pandu-pandu di luar NIPV, memanfaatkan kegiatan kepanduan untuk perjuangan memerdekakan diri dari pendudukan Belanda. Maka sejumlah tokoh penting di pemerintahan Hindia-Belanda, meminta NIPV untuk tidak melibatkan pandu-pandu yang berada di luar organisasi itu.

Inilah juga yang menyebabkan Giok Peng ragu-ragu dengan usulan Frits. Walaupun Frits telah mengatakan, dia yakin bahwa Ahmad mempunyai golongan darah AB, karena dia pernah memeriksanya di STOVIA.

“Tapi apa Ahmad mau? Dia kan secara tegas berulang kali menyatakan tidak suka dengan NIPV. Lagi pula, leider yang perlu bantuan itu, selain dari NIPV, juga orang Belanda,” ujar Giok Peng sambil menambahkan, akan sulit pula bagi Ahmad untuk membantu karena pasti dilarang orangtuanya. Ayah Ahmad adalah seorang pejuang bumiputera yang selalu mencita-citakan kemerdekaan Indonesia, dan sangat tidak menyukai orang Belanda.

Frits diam saja, tetapi sepulang dari Lapangan BBWS, dia justru mendatangi Ahmad. Ternyata Ahmad tak menolak mendonorkan darahnya. “Bukankah ini bagian dari janji pandu kita, untuk setiap saat menolong orang lain yang membutuhkan bantuan kita.” Ahmad berkata dengan tenang, lalu dilanjutkannya, “Dan bukankah seorang pandu adalah sahabat bagi pandu lainnya?”

Frtis mengangguk setuju.


Catatan Kaki:


*Voortrekker adalah sebutan untuk Pandu yang berusia antara 18 sampai 21 tahun.
**Bapak Pandu Sedunia atau dalam Bahasa Inggris disebut “Chief Scout of the World” adalah gelar yang disematkan kepada Robert Stephenson Smyth Baden-Powell atau lebih dikenal dengan nama Lord Baden-Powell, pada akhir Jambore Kepanduan Sedunia I di Olympia, London, Inggris, 1920.
***STOVIA adalah singkatan dari School tot Opleiding van Inlandsche Artsen, sekolah pendidikan kedokteran di Batavia (sekarang Jakarta), yang diutamakan untuk kaum muda bumiputera.
****BBWS adalah singkatan dari Batavia Buitenzorg Wedloop Societiet, suatu perkumpulan olahraga berkuda. Mereka mempunyai lapangan yang cukup luas di Batavia, yang kini menjadi lapangan Monumen Nasional (Monas).
*****Leider = Pembina Pandu
******NIPV adalah singkatan dari Nederland Indische Padvinder Vereeniging, organisasi kepanduan utama di Hindia-Belanda, yang umumnya beranggotakan anak dan remaja Belanda dan keturunannya, serta sedikit pandu keturunan Tionghoa dan bumiputera.
******* EHBO singkatan dari Eerste Hulp Bij Ongeluk atau dalam Bahasa Indonesia disebut Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).
********Sint Carolus Ziekenhuis Vereeniging atau Perkumpulan Rumah Sakit Sint Carolus didirikan pada 1919, dan kini bernama Pelayanan Kesehatan St. Carolus yang berlokasi di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat. alert-info

Tulisan Kak Berthold/info/button  wYMzmJ.jpgKisah ini merupakan tulisan semi dokumenter, tulisan yang diangkat dari kisah sebenarnya, bersumber dari sejarah Gerakan Pendidikan Kepanduan di Indonesia. alert-success


Post a Comment

أحدث أقدم
close
tunasmandiricorp