TAUFIK
Taufik gembira sekali. Di tangannya ada selembar uang kertas dengan nominal Rp 10.000. Bagi orang lain, uang dengan nilai seperti itu mungkin biasa saja. Namun, bagi Taufik, itu merupakan benda berharga yang akan masuk ke dalam album koleksinya.
Album koleksi? Ya, Taufik tak akan menggunakannya untuk belanja, tetapi akan disimpannya sebagai benda koleksi. Lagi pula, bila ingin dibelanjakan sekarang, sudah tak laku lagi. Lembaran dengan nominal Rp 10.000 itu adalah uang kertas Republik Indonesia dicetak pertama kali pada 1992, dan kemudian setiap tahunnya dicetak ulang sampai 1998. Setelah itu, dengan terbitnya uang dengan nominal serupa dan berbega gambar, maka cetakan 1992 sampai 1998 tak lagi dicetak ulang. Namun, masih tetap dapat digunakan sampai beberapa tahun ke depan, sebelum ditarik dari peredaran oleh Bank Indonesia.
Bagi Taufik, meskipun sudah tak bisa digunakan untuk berbelanja, tetap saja merupakan benda koleksi yang berharga. Sebagai seorang pramuka, Taufik memang mengoleksi berbagai memorabilia* kepramukaan. Baik dari Indonesia, maupun dari luar negeri. Termasuk yang terbaru didapatkannya, lembaran uang Rp 10.000 yang bagian depannya bergambar Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan di latar belakang tampak sekumpulan pramuka sedang berkemah. Sedangkan bagian belakangnya bergambar Candi Borobudur.
Walaupun di lembaran itu digambarkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengenakan peci dan jas yang diambil dari foto resmi sewaktu menjadi Wakil Presiden RI, tetapi Kak Sultan – demikian sebagian pramuka memanggilnya dalam panggilan akrab tetapi tetap didasari penghormatan kepada dirinya – memang amat lekat dengan dunia kepramukaan.
Ketika puluhan organisasi gerakan pendidikan kepanduan di Indonesia melebur dalam satu wadah menjadi Gerakan Pramuka pada 1961, Kak Sultan yang disebut Presiden Soekarno sebagai Pandu Agung itulah yang menjadi orang pertama menerima Panji Gerakan Pramuka dari tangan sang presiden pada 14 Agustus 1961. Kelak tanggal itu dijadikan sebagai Hari Pramuka, dan diperingati secara nasional setiap tahunnya.
Kak Sultan juga menjadi Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka yang pertama. Jabatan yang dipegangnya cukup lama, sampai kemudian beliau dipilih menjadi Wakil Presiden RI pada 1973.
Selain di dalam negeri, nama beliau juga harus di gerakan kepanduan sedunia. Pada 1971, Kak Sultan menjadi pembicara kunci dalam Konferensi Kepanduan Sedunia di Tokyo. Atas jasa-jasanya itu, gerakan kepanduan sedunia menganugerahkan penghargaan tertinggi Bronze Wolf Award. Sementara di Indonesia, Kak Sultan ditetapkan sebagai Bapak Pramuka Indonesia dalam Musyawarah Nasional Gerakan Pramuka di Dili, Timor Timur**, pada 1988.
Jadi bagi Taufik, lembaran yang dipegangnya merupakan memorabilia kepramukaan yang amat berharga. Apalagi kondisi kertasnya masih sangat baik. Di kalangan numismatis***, kondisi kertas itu tergolong unc****. Tidak mudah mendapatkan lembaran dengan kondisi unc seperti itu, yang sering disebut juga masih “kinclong”.
Di luar penghargaannya pada lembaran tersebut sebagai benda koleksi, Taufik memang menghargai keberadaan uang dalam kesehariannya. Tentu saja ini sejalan dengan Dasa Darma Pramuka yang dipegangnya secara teguh. Di dalam darma ketujuh dari Dasa Darma itu disebutkan seorang pramuka harus selalu “hemat, cermat, dan bersahaja”.
Taufik senang berhemat, menabung uang yang diperolehnya. Saat ini, sebagai seorang mahasiswa di sebuah perguruan tinggi negeri, Taufik bahkan tidak lagi meminta uang kuliah dari orangtuanya. Dia sudah berhasil membiayai sendiri kuliah dan keperluannya sehari-hari, dari pekerjaannya sebagai seorang desainer grafis.
Koleksi memorabilia kepramukaan yang diperolehnya, sebagian besar juga tidak dari membeli. Taufik mengandalkan kemampuannya dalam tukar-menukar benda koleksi, sehingga dia bisa mengumpulkan benda-benda yang menarik dan bernilai sejarah cukup tinggi.
Taufik teringat kisah-kisah yang dibacanya dari berbagai majalah kepanduan lama. Kegemarannya mendatangi perpustakaan-perpustakaan, menyebabkan dia bisa mendapatkan banyak data berharga dalam sejarah kepanduan, baik di Indonesia maupun di luar negeri.
Sejak gerakan pendidikan kepanduan masuk ke Indonesia pada 1912 ketika negara kita masih bernama Hindia-Belanda, sikap hemat, cermat, dan bersahaja, sudah menjadi bagian dari pendidikan kepanduan. Semuanya berawal dari seorang Baden-Powell yang kelak menjadi Bapak Pandu Sedunia, saat dia memulai gerakan itu pada 1907.
“A Scout is thrifty. Seorang pandu itu hemat,” demikian Baden-Powell mulai menjabarkan kode kehormatan kepanduan yang kini di Indonesia dikenal dengan nama Dasa Darma Pramuka.
Baden-Powell kemudian menambahkan, “Seorang pandu menabung setiap penny***** yang dia bisa dapatkan, dan (kemudian) menyimpannya di bank, sehingga dia bisa memiliki uang untuk menjaga dirinya sendiri saat tidak bekerja, dan dengan demikian tidak membuat dirinya menjadi beban bagi orang lain, dan mungkin saja dia akan memiliki uang untuk diberikan kepada orang lain ketika orang lain itu membutuhkannya.”
Demikian pentingnya bagi seorang pandu untuk berhemat dan menabung, maka aktivitas menabung juga menjadi salah satu materi pendidikan yang diwujudkan melalui keberadaan Tanda Kecakapan Khusus atau di luar negeri disebut “merit badge” dan “proficiency badge”. Tanda Kecakapan Khusus disingkat TKK adalah tanda yang diberikan kepada peserta didik sebagai bentuk apresiasi atas kemampuannya dalam suatu bidang tertentu. Di lingkungan Gerakan Pramuka, TKK Menabung adalah satu dari 10 TKK wajib yang harus dimiliki seorang pramuka.
Selain dengan menabung, cara berhemat juga dilakukan para pandu dengan memanfaatkan barang-barang bekas. Sebagian didaur ulang dan dijadikan berbagai kerajinan tangan yang menarik, sebagian lagi dikumpulkan untuk dijual. Kertas-kertas bekas seperti suratkabar dan majalah, bahkan botol dan kaleng bekas, sejak dulu sering dikumpulkan kelompok-kelompok pandu, untuk dijual kembali. Hasil penjualannya kemudian ditabung dan menjadi kas kelompok itu, untuk digunakan bila diperlukan.
Semangat berhemat memang bukan untuk kepentingan pribadi seorang pandu, tetapi juga untuk membagikannya kepada orang lain yang membutuhkannya. Tak heran pula bila Taufik juga melakukan hal serupa. Beberapa waktu lalu dia mengadakan lelang beberapa benda memorabilia koleksinya. Hasilnya bukan untuk digunakan dirinya sendiri, tetapi untuk membantu korban bencana alam.
Jumlah bantuan yang diberikan Taufik mungkin tidak banyak, tetapi semangat untuk siap menolong orang lain, telah menjadi bagian dari semangat seorang pandu dan pramuka di mana pun mereka berada. “Mari kita bantu menjadikan dunia yang lebih baik,” tutur Taufik menirukan slogan gerakan pendidikan kepanduan sedunia, “Scouts, creating a better world”******.
Catatan Kaki:
*Memorabiia adalah benda kenangan dari suatu peristiwa, dan bagi para pandu serta pramuka di seluruh dunia, memorabilia kepanduan/kepramukaan menjadi koleksi menarik dan berharga di mata mereka. Bukan sekadar sebagai kenang-kenangan, tetapi juga sekaligus sebagai bukti dan rekaman sejarah dari suatu peristiwa penting.
*DIli, pernah menjadi ibukota Timor Timur, provinsi ke-27 Republik Indonesia, sebelum kemudian merdeka dan sekarang menjadi Timor Leste.
***Numismatis adalah sebutan untuk kolektor mata uang. Sedangkan hobi mengoleksi uang disebut numismatik. Kata numismatik diambil dari bahasa Latin: numisma, nomisma yang artinya "koin"; dan dari bahasa Yunani: nomzein yang artinya "menggunakan sesuai hukum". Ini adalah kegiatan mengoeksi dan mempelajari mata uang, termasuk koin, token, uang kertas, dan benda-benda terkait lainnya
****Unc merupakan singkatan dari Uncirculated, yaitu lembaran uang yang kondisinya sempurna dengan semua sudut tajam, tidak ada cacat sedikitpun, bersih, dan permukaan kertas masih berkilau. Kondisi seperti baru keluar dari percetakan ini adalah yang paling banyak dicari kolektor dan paling mahal nilainya.
*****Penny adalah mata uang terkecil di Inggris. Jadi yang dimaksudkan Baden-Powell, seorang pandu harus belajar berhemat dan menyimpan sekecil apa pun uang yang didapatnya.
******Scouts, creating a better world atau dalam Bahasa Indonesia dapat diterjemahkan sebagai “Para pramuka, (membantu) menciptakan dunia yang lebih baik” adalah slogan gerakan pendidikan kepanduan sedunia. Walaupun aksi para pandu membantu menciptakan dunia yang lebih baik telah ada sejak gerakan itu didirikan pada 1907, tetapi semakin dikuatkan dengan slogan yang pertama kali dikampanyekan pada peringatan 100 tahun kepanduan sedunia pada 2007.
