Serial Kisah Pramuka : Kakek Djoko

Serial Kisah Pramuka : Kakek Djoko


“Komunis memang berbahaya!”

Kakek Djoko mengucapkannya dengan tegas. Tampak raut wajahnya mengeras, menandakan kegeramannya. Hari itu, bertepatan dengan Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober, Kakek Djoko diundang bercerita di depan Pasukan Pramuka Penggalang dari gugusdepan yang dipimpin Kak Taufik.

Kak Taufik, satu dari 6 orang anak Kakek Djoko, meminta ayahnya bercerita pengalaman sang ayah ketika akhir 1950-an. Saat itu, ada banyak sekali organisasi gerakan pendidikan kepanduan di Indonesia, yang kemudian oleh Presiden Soekarno dilebur menjadi satu wadah yang diberi nama Gerakan Pramuka.

Namun, peleburan itu sebenarnya tak semudah yang dibayangkan. Kakek Djoko yang saat itu menjadi salah satu pandu, mengalami sendiri kejadian demi kejadian yang kurang menyenangkan. “Betul, keadaannya kurang menyenangkan bagi kami para pandu di Indonesia,” tutur Kakek Djoko.

BACA JUGA :
Djambore Nasional I Tahun 1955


Pada saat Jambore Nasional I yang diselenggarakan di bumi perkemahan Karang Taruna, Pasar Minggu, di selatan kota Jakarta, 10 sampai 20 Agustus 1955, memang sudah mulai terlihat gejala persaingan antaroganisasi gerakan pendidikan kepanduan yang ada. Satu sama lain ingin terlihat paling menonjol. Sayangnya, persaingan itu terkadang melupakan bahwa para pandu sebenarnya adalah teman bagi orang lain dan saudara bagi pandu lainnya, seperti yang diajarkan Bapak Pandu Sedunia, Lord Baden-Powell.

Jambore yang seharusnya menjadi pesta persaudraan, justru menjadi ajang saling menonjolkan diri. Persaingan itu semakin memuncak ketika diadakan pula Pemilihan Umum pertama pada tahun yang sama. Ada sebagian organisasi gerakan pendidikan kepanduan yang menjadi onderbouw* partai politik. Maka, saat kampanye pemilihan umum, pandu-pandu itu malah ikut berkampanye dengan seragam mereka untuk kepentingan partainya. Tak peduli bila kampanye itu menyerang orang atau partai lain. 

Sejumlah tokoh pandu melihat hal ini tak bisa dibiarkan. Harus ada upaya menyatukan dan meluruskan kembali organisasi gerakan pendidikan kepanduan agar sejalan dengan tujuan pembentukannya, yaitu mendidik kaum muda menjadi manusia yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara, dan mengembangkan persaudaraan seluas dunia.

Itulah sebabnya , Ikatan Pandu Indonesia (Ipindo) yang menjadi federasi dan beranggotakan cukup banyak organisasi gerakan pendidikan kepanduan, mengadakan seminar. Bertajuk Seminar Nasional Kepanduan Indonesia, acara itu digelar Ipindo di bawah pimpinan Pandu Agung Sri Sultan Hamengku Buwono IX di kawasan Tugu, Bogor, 21 sampai 24 Januari 1957.

Hasil seminar itu antara lain, pendidikan kepanduan hasil gagasan Lord Baden-Powell dapat diterapkan juga bagi anak-anak dan pemuda di Indonesia. Dirumuskan juga prinsip-prinsip pendidikan kepanduan yang bersendikan kepada kesukarelaan, menepati janji dan undang-undang pandu, sistem beregu, dalam bentuk permainan, adanya tanda kecakapan, hidup di alam terbuka, dan disesuaikan dengan usia.

Sebenarnya, dengan rumusan itu sudah cukup untuk menyatukan berbagai organisasi gerakan pendidikan kepanduan untuk bersatu. Sayangnya, ada sebagian organisasi gerakan pendidikan kepanduan yang kurang setuju, dan masih berjalan sendiri.

Maka, setahun kemudian digelar lagi seminar kepanduan. Kali ini penyelenggaranya adalah Kementerian Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan, yang diadakan di Ciloto, Jawa Barat, 25 sampai 27 November 1958. Tema seminar tersebut adalah “Penasionalan Kepanduan”. 

Tema tersebut memang penting, tetapi sebenarnya Ipindo dan organisasi gerakan pendidikan kepanduan yang bernaung dalam federasi itu, telah melaksanakannya. Walaupun kepanduan merupakan gerakan internasional yang pertama kali digagas Baden-Powell di Inggris pada 190& dan kemudian tersebar ke seluruh dunia, tetspi organisasi nasional kepanduan di tiap negara tentu saja harus patuh dengan aturan di negara tersebut. 

Hal itu telah disepakai dalam Konferensi Kepanduan Sedunia di Kopenhagen, Denmark, pada 1924. Saat itu dirumuskan bahwa kepanduan merupakan gerakan yang bersifat nasional, internasional, dan mengupayakan persaudaraan universal. Sifat nasional adalah bahwa pendidikan kepanduan itu disesuaikan dengan kepentingan dan kebutuhan masing-masing negara.

“Tapi ada sebagian orang berpaham komunis yang licik. Mereka mencoba memberikan pengaruh, bahwa gerakan penddiikan kepanduan yang ada di Indonesia, tidak nasionalis,” tambah Kakek Djoko, “Para penipu itu menghasut dan mencoba mengubah pandangan, bahwa karena kepanduan lahir di Inggris, pasti merupakan kegiatan yang membawa sikap imperialisme, yaitu  sistem politik yang bertujuan menjajah negara lain untuk mendapatkan kekuasaan dan keuntungan yang lebih besar.”

Kakek Djoko mengatakan lagi, sebagian terpengaruh dan menganggap bahwa hal yang diutarakan orang-orang berpaham komunis itu mungkin benar. Apalagi dalam sejarahnya, Inggris tempat lahir gerakan pendidikan kepanduan memang pernah menjalankan imperialisme, menjajah banyak negara.

“Mereka juga menghasut supaya kalau ada kepanduan di Indonesia harus dilepaskan dari Baden-Powellisme, pengaruh Baden-Powell,” ujar Kakek Djoko.

Akibatnya memang terjadi. Ketetapan MPRS No.II Tahun 1960 akhirnya menetapkan bahwa gerakan pendidikan kepanduan di Indonesia harus dilepaskan dari sisa-sisa Baden-Powellisme. Namun, kelompok yang berpaham komunis itu tidak berhenti sampai di situ. Mereka bahkan mulai menyebarkan pandangan agar kepanduan di Indonesia dijadikan seperti gerakan pionir, yaitu gerakan pemuda di negara-negara komunis.

Untunglah sejumlah tokoh pandu seperti Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Husein Mutahar, dan Jenderal Azis Saleh, mengetahui rencana busuk itu. Mereka berhasil mencegahnya, dan penyatuan wadah organisasi gerakan pendidikan kepanduan ke dalam Gerakan Pramuka pada 1961, tetapi mengikuti sistem pendidikan kepanduan yang universal.

Walaupun karena kondisi politik, Gerakan Pramuka sempat nonaktif dari kegiatan gerakan pendidikan kepanduan sedunia selama beberapa tahun, tetapi pada 1967 akhirnya Gerakan Pramuka kembali aktif. Bahkan saat ini, Gerakan Pramuka menjadi organisasi nasional gerakan pendidikan kepanduan terbesar di dunia. Dari 171 organisasi nasional gerakan pendidikan kepanduan di seluruh dunia dan jumlah anggota mencapai 54 juta orang, maka sekitar 25 juta di antaranya adalah anggota Gerakan Pramuka. Berarti sekitar 45 persen dari seluruh pandu di dunia berada di Indonesia.

Catatan Kaki:

**Onderbouw sebenarnya berarti basis atau fondasi, tetapi dalam dunia keorganisasian, onderbouw sering diartikan sebagai bagian atau bawahan dari organisasi utama yang ada. Pada 1950-an ada sebagian organisasi gerakan pendidikan kepanduan yang dibentuk oleh partai politik dan menjadi onderbouw partai politik bersangkutan. alert-success

Kisah ini merupakan tulisan semi dokumenter, tulisan yang diangkat dari kisah sebenarnya, bersumber dari sejarah gerakan pendidikan kepanduan di Indonesia. alert-warning




Tulisan Kak Berthold/info/button  

wYMzmJ.jpg

Post a Comment

أحدث أقدم
close
tunasmandiricorp