Serial Kisah Pramuka : Awang

Serial Kisah Pramuka : Awang

AWANG


Panas sekali hati Awang. Perlakuan pihak NIPV* membuatnya marah. Organisasi gerakan pendidikan kepanduan utama di Hindia-Belanda** itu melarang para pandu dan organisasi pendidikan kepanduan yang tidak berinduk kepada NIPV untuk menggunakan istilah padvinder*** dan “padvinderij****.

Semua bermula dengan kedatangan GJ Ranneft, seorang tokoh pandu asal Belanda ke Hindia-Belanda pada 1924. Kedatangan Ranneft adalah untuk melihat perkembangan gerakan pendidikan kepanduan di tanah jajahan Belanda itu. Dia menyadari bahwa menurunnya jumlah anggota NIPV, antara lain karena mulai berdirinya berbagai organisasi gerakan pendidikan kepanduan yang tidak berinduk pada NIPV.

Belakangan, pihak Pemerintah Hindia-Belanda mulai khawatir dengan berkembangnya organisasi-organisasi gerakan pendidikan kepanduan yang tidak berinduk pada NIPV. Apalagi pada kenyataannya, sebagian besar organisasi itu didirikan oleh kaum bumiputera, yang umumnya mempunyai semangat dan cita-cita untuk kemerdekaan Indonesia.


Pihak pemerintah lalu menekan NIPV untuk mengatasi hal itu. Organisasi-organisasi yang belum bergabung dengan NIPV, diminta segera bergabung. Melalui cara itu, diharapkan dapat mengatasi keinginan para pandu kaum bumiputera yang ingin merdeka. Caranya antara lain, diusulkan agar kegiatan-kegiatan kepanduan dalam lingkungan NIPV lebih ditujukan pada kegiatan yang mempertebal semangat untuk mengakui Hindia-Belanda sebagai bagian tak terpisahkan dari Kerajaan Belanda.

Ranneft yang diangkat sebagai Komisaris Besar NIPV kemudian berusaha membujuk organisasi gerakan pendidikan kepanduan maupun anak-anak dan remaja kaum bumiputera yang belum bergabung dalam kepanduan, untuk bergabung di dalam NIPV.

Dua tahun setelah kedatangannya, Ranneft mengorganisasikan suatu Perkemahan Regu di Dago, Bandung. Tujuannya antara lain, untuk meningkatkan mutu NIPV dan sekaligus agar semakin banyak kaum muda yang tertarik bergabung dengan organisasi yang dipimpinnya.

Masih di tahun yang sama, pada 3 April 1926, Ranneft memimpin suatu pertemuan para tokoh kepanduan di rumah H. Dahlan, salah satu pemimpin kepanduan Hizbul Wathan di Yogyakarta. Pada pertemuan itu, Ranneft sekali lagi menyampaikan usulannya untuk menyatukan berbagai organisasi gerakan pendidikan kepanduan yang ada di bawah NIPV. “Tujuannya untuk mempermudah koordinasi dan kerja sama di antara para padivnder dan padvinderij di negeri ini,” kata Ranneft.

Namun, usulan Ranneft tidak dapat diterima sebagian besar organisasi gerakan pendidikan kepanduan yang didirikan oleh kaum bumiputera. Mereka melihat, NIPV sudah berada di bawah kendali Pemerintah Hindia-Belanda yang tidak senang Indonesia merdeka. Lagi pula, menjadi anggota NIPV berarti harus mengucapkan janji setia kepada Ratu Belanda.

BACA JUGA :
1. Serial Kisah Pramuka : Dadang
2. Serial Kisah Pramuka : Burhan
3. Serial Kisah Pramuka : Beny

“Bagaimana mungkin kita dapat mengucapkan janji setia kepada Ratu Belanda, sementara kita menginginkan Indonesia merdeka? Bukankah Belanda adalah penjajah yang menduduki negeri kita?” Begitu pemikiran banyak tokoh pandu dari kaum bumiputera.

Meskipun bukan seorang pemimpin organisasi gerakan pendidikan kepanduan, Awang setuju dengan pendapat itu. Bergabung dengan Nationale Padvinderij, Awang sangat tertarik dengan cita-cita para pemimpin organisasi gerakan pendidikan kepanduannya yang ingin melihat Indonesia merdeka. Jelas, dia tak setuju kalau harus mengucapkan janji setia kepada Ratu Belanda.

Apalagi sikap NIPV tidak berhenti di situ saja. Setelah gagal mengajak organisasi-organisasi gerakan pendidikan kepanduan yang didirikan kaum bumiputera untuk berinduk pada organisasi pimpinan Ranneft, maka NIPV mengambil tindakan drastis. Tindakan yang juga dipengaruhi semakin kuatnya tekanan pihak Pemerintah Hindia-Belanda.

“Semua organsasi gerakan pendidikan kepanduan yang tidak mau berinduk kepada NIPV, dilarang menggunakan istilah padvinder dan padvinderij,” tegas Ranneft dalam pengumumannya.

Inilah yang membuat Awang panas. Dia marah sekali. Bagaimana mungkin organisasi gerakan pendidikan kepanduan yang cita-citanya membuat kaum muda lebih baik dan mengajak para anggotanya bersaudara satu sama lain, sekarang malah membatasi diri? Di mana semangat “a scout is brother to other scout”, seorang pandu adalah saudara bagi pandu lainnya?

Bukan hanya Awang yang kesal dengan perlakuan NIPV itu. Termasuk pula seorang tokoh wartawan dan politisi terkenal Haji Agoes Salim. Pada 1928, dalam Kongres Serikat Islam Afdeeling Padvinderij disingkat SIAP, suatu organisasi gerakan pendidikan kepanduan di bawah Serikat Islam, Agoes Salim mencetuskan idenya. Di depan peserta kongres yang berlangsung di Banjarnegara, Banyumas itu, Agoes Salim mengusulkan mengganti istilah padvinderij dan padvinderij dengan istilah dalam Bahasa Indonesia.

Sama seperti istilah dalam Bahasa Inggris scout serta dalam Bahasa Belanda yang disebut padvinder, pandu juga merujuk pada orang yamg memimpin di depan, memandu suatu kelompok untuk mencapai tujuan mereka. Sedangkan scouting dalam Bahasa Inggris dan padvinderij dalam Bahasa Belanda, diusulkan Agoes Salim diganti saja dengan istilah kepanduan dalam Bahasa Indonesia, yang artinya juga kurang lebih sama, merujuk pada kegiatan yang dilakukan seorang pandu.

Usul itu diterima dan segera dipakai secara meluas. Awalnya dilakukan SIAP dengan mengganti kepanjangannya menjadi Serikat Islam Afdeeling Pandoe, dan kemudian diikuti oleh organisasi serupa yang didirikan kaum bumiputera. Awang lega dengan perubahan istilah ini. Baginya dan bagi banyak pandu kaum bumiputera lainnya, mereka tetap dapat melaksanakan aktivitas kepanduan tanpa harus melepaskan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Lalu bagaimana hubungan mereka dengan pandu-pandu lain yang masih bergabung atau berinduk pada NIPV? “Seorang pandu adalah saudara bagi pandu lainnya. Meskipun berbeda pandangan politik, kita tetaplah pandu yang bersaudara satu sama lain,” ujar Awang yang kini tak lagi panas hatinya.

Sama seperti yang lain, Awang juga tetap mencintai perdamaian. Namun, seperti yang pernah didengarnya dari para pemimpin organisasi gerakan pendidikan kepanduan yang diikutinya, perdamaian baru dapat terwujud bila semuanya setara, sama-sama merupakan manusia yang merdeka. Tidak ada lagi yang menjajah dan tak ada juga yang menderita dalam penjajahan.

“Merdeka!”



Catatan Kaki:


* NIPV adalah singkatan dari Nederland Indische Padvinder Vereeniging, organisasi gerakan pendidikan kepanduan utama di Hindia-Belanda, yang umumnya beranggotakan anak dan remaja Belanda dan keturunannya, serta sedikit pandu keturunan Tionghoa dan bumiputera. Berdiri secara resmi pada 1914, NIPV yang menjadi induk dari sejumlah organisasi gerakan pendidikan kepanduan lainnya.
**Hindia-Belanda adalah terjemahan dari Nederland(sch)-Indie, nama yang digunakan sebelum Indonesia merdeka pada 1945.
**Padvinder adalah istilah dalam Bahasa Belanda untuk menyebut seorang pandu.
***Padvinderij adalah istilah dalam Bahasa Belanda untuk menyebut kepanduan. alert-info




Tulisan Kak Berthold/info/button  wYMzmJ.jpgKisah ini merupakan tulisan semi dokumenter, tulisan yang diangkat dari kisah sebenarnya, bersumber dari sejarah Gerakan Pendidikan Kepanduan di Indonesia. alert-success


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama
close
tunasmandiricorp