SITA
Diskusi di sanggar komunitas penulis itu semakin hangat. Awalnya karena Andre mengomentari tayangan lawak di sebuah stasiun televisi. “Mau bikin lucu kok makin aneh-aneh saja. Dulu sampai pakai baju perempuan dan bergaya seperti waria, sampai kemudian dilarang. Tapi nggak berhenti sampai di situ,” ujar Andre, “Sekarang antara satu pelawak dengan lainnya saling meledek, sampai menghina secara fisik lawan mainnya.”
“Betul, Ndre.” Amran menyetujui pendapat Andre. “Hinaan secara fisik di kalangan para pelawak makin menjadi-jadi, setelah penonton tertawa. Jadi para pelawak menyangka memang itulah yang diinginkan penonton. Ledekan dan hinaan pada fisik seseorang,” tambah Amran.
BACA JUGA :
1. Serial Kisah Pramuka : Dinar
2. Serial Kisah Pramuka : Dion
3. Serial Kisah Pramuka : Soeprapto
“Ada juga yang pura-pura tak mendengar, pura-pura buta, sampai pura-pura gagap. Omongan si pelawak dibuat seperti orang gagap, dan karena penonton tertawa, dianggap lawakan seperti inilah yang disukai.” Kali ini Sita, seorang penulis muda yang telah menghasilkan dua kumpulan cerita pendek, ikut berkomentar.
“Tapi memang serba salah. Kalau pelawak tak melakukan lawakan seperti itu, bisa dianggap tak lucu. Kalau tidak lucu, jadi tidak laku, dan akhirnya tak dikontrak tampil lagi. Jadinya nggak dapat nafkah lagi,” komentar Wiwin.
“Tapi apa perlu menghina fisik seseorang atau meniru-niru kelemahan dan cacat orang lain? Tidak bisakah seorang pelawak membuat lawakan tanpa menghina fisik dan meniru cacat orang lain?” Sita sekali lagi menyampaikan pendapatnya.
“Bisa jadi karena memang kita terbiasa menghina orang dan itu dianggap biasa saja. Apa betul begitu ya?” tanya Andre.
Diskusi yang tak selesai. Hari mulai larut malam, dan masing-masing telah mempunyai kesibukan tersendiri. Tanpa ada kesimpulan, pertemuan berakhir begitu saja.
Saat pulang, Sita menumpang kendaraan Wiwin, karena rumah keduanya memang berdekatan. Di dalam kendaraan, keduanya masih melanjutkan percakapan tentang para pelawak yang sebagian sering menghina fisik dan cacat orang lain. “Tapi nggak semua pelawak seperti itu ‘kan?” balas Wiwin.
“Ya, betul. Tidak semua berperilaku seperti itu. Hanya sayangnya, aksi-aksi yang menghina fisik atau cacat seseorang malah bikin seorang pelawak jadi ngetop,” ujar Sita.
“Padahal kalau kita di pramuka, menghina seseorang, merupakan hal yang harus dijauhi dan tidak dilakukan, ya,” Wiwin berkata.
Sita membenarkan. Selain aktif di komunitas penulis, baik Sita maupun Wiwin, juga aktif dalam Gerakan Pramuka. Keduanya saat ini menjadi anggota Racana Pandega* di sebuah gugusdepan yang berpangkalan di salah satu perguruan tinggi. Sita menjadi ketua racana dan Wiwin menjadi pemangku adat. Paling tidak seminggu sekali, keduanya dan para pengurus racana setempat, melakukan pertemuan.
Keduanya kini juga sedang mempersiapkan pelatihan “Safe from Harm” untuk para anggota di racana mereka. Pelatihan tersebut merupakan bagian dari proyek WOSM**, gerakan pendidikan kepanduan sedunia, untuk memberikan keamanan bagi semua anggota kepanduan di mana pun berada. Terutama bagi anak-anak dan remaja yang merupakan peserta didik dalam gerakan kepanduan sedunia.
Secara khusus, Safe from Harm yang dijalankan oleh WOSM adalah serangkaian tindakan yang dirancang untuk memastikan bahwa setiap orang yang terlibat dalam gerakan pendidikan kepanduan bertanggung jawab dan berkomitmen untuk melindungi anak-anak dan remaja di dalam atau di luar Gerakan, sehingga setiap orang dapat merasa aman, kapan saja.
“Betul, salah satu hal penting dalam Safe from Harm adalah juga tidak mengeluarkan ejekan yang menghina fisik atau cacat seseorang, seperti gagap misalnya,” ujar Sita.
Ketika berbicara di depan para pengurus racana di gugusdepannya, Sita telah menekankan pentingnya hal tersebut. “Apalagi dalam Gerakan Pramuka kita mempunyai ketentuan moral yang wajib kita patuhi, yaitu Dasa Darma Pramuka,” jelas Sita,”Dan darma kesepuluh dari Dasa Darma Pramuka itu adalah suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan.”
“Baden-Powell sendiri sebagai Bapak Pandu Sedunia telah menekankan bahwa gerakan kita ini terbuka untuk semua, meskipun kamu memiliki kekurangan, tetapi tetap terbuka untuk mengikuti latihan kepramukaan. Justru di dalam gerakan pendidikan kepanduan seperti Gerakan Pramuka, para anggota dibantu untuk mengatasi kekurangan mereka, sehingga dapat berprestasi seperti yang lain. Bukannya malah dihina atau diejek,” tambah Sita.
Sita kemudian menceritakan tentang seorang yang bernama Chris Fogt. Dia adalah seorang Eagle Scout*** di organisasi nasional gerakan pendidikan kepanduan Amerika Serikat, Boy Scouts of America. Bukan sekadar mencapai tingkatan tertinggi, Chris Fogt juga mempunyai sejumlah prestasi lain.
Pria itu adalah atlet unggulan Amerika Serikat dalam cabang bobsled, kereta luncur es. Sudah tiga kali Chris Fogt terpilih mewakili negaranya dalam olimpiade musim dingin, dan sejumlah medali juga telah diraihnya. Dia juga mempunyai karier kemiliteran yang cukup baik sebagai anggota Angkatan Darat Amerika Serikat.
Padahal masa kecilnya cukup bermasalah. Dilahirkan dalam keluarga 8 anak, 5 lelaki dan 3 perempuan, Chris Fogt merupakan anak yang gagap. Dia sulit berbicara, dan saat bercakap-cakap bisa membosankan lawan bicaranya, karena dia mengulang beberapa bagian kata berkali-kali. Akibatnya, bercakap-cakap dengan Chris Fogt menjadi tidak menyenangkan. Lawan bicara harus mendengarkan cukup lama, baru dapat memahami kalimat yang disampaikan Chris Fogt.
Untunglah, Chris Fogt kemudian bergabung menjadi anggota gerakan pendidikan kepanduan. Latihan-latihan di kepanduan, menurut Chris Fogt, banyak membantu dirinya. “Kepanduan mengembalikan suara saya yang tadinya hampir hilang. Bukan itu saja, kepanduan juga membentuk saya menjadi lebih percaya diri dan menjadi diri saya sekarang ini,” tutur Chris Fogt.
Sita kemudian memperlihatkan blog Scouting Magazine yang berisi artikel mengenai Chris Fogt. “Tidak dihina dan diejek, tetapi dibantu, Chris Fogt akhirnya menjadi orang yang berprestasi,” tutur Sita.
Catatan Kaki:
*Racana Pandega adalah kelompok para Pramuka Pandega, golongan pramuka yang berusia antara 21 sampai 25 tahun, di suatu gugusdepan. alert-info**WOSM merupakan singkatan dari World Organization of the Scout Movement, gerakan pendidikan kepanduan sedunia yang menaungi 171 organisasi nasional kepanduan di seluruh dunia, termasuk Gerakan Pramuka dari Indonesia. alert-info***Eagle Scout adalah tingkatan tertinggi seorang peserta didik dalam gerakan pendidikan kepanduan. Di Indonesia dinamakan Pramuka Garuda, yang untuk mencapainya tidak mudah dan harus melalui puluhan syarat kecakapan. alert-info
Tulisan Kak Berthold/info/button Kisah ini merupakan tulisan semi dokumenter, tulisan yang diangkat dari kisah sebenarnya, bersumber dari sejarah Gerakan Pendidikan Kepanduan di Indonesia. alert-success