“Mungkin tidak banyak yang tahu, dulu di sini ada lapangan luas yang menjadi tempat berkemah para pandu, sebutan untuk pramuka di masa lalu” ujar Kak Rapa.
Bersama sejumlah Pramuka Penggalang yang dibinanya, Kak Rapa sedang menunjukkan kawasan di dekat kantor Polsek Ciputat yang masuk dalam wilayah Kota Tangerang Selatan.
“Tempat berkemah? Seperti Bumi Perkemahan Pramuka di CIbubur itu ya, Kak?” tanya Nando, Pemimpin Regu Kelelawar.
“Betul, seperti Bumi Perkemahan Pramuka di Cibubur. Tapi ini jauh sebelumnya, bahkan sebelum Indonesia merdeka pun, kabarnya sudah dijadikan tempat berkemah. Sedangkan yang di Cibubur itu baru dipakai pertama kali tahun 1973, ketika diselenggarakan Jambore Nasional,” jelas Kak Rapa.
“Tadi kita lewat jalan apa?” Kak Rapa kini bertanya kepada adik-adik peserta didiknya.
“Jalan Semanggi, Kak,” jawab Andi, anggota Regu Macan.
“Betul. Nah, dulu di sekitar tempat ini memang namanya Desa Semanggi.” Kak Rapa kembali menjelaskan sejarah singkat tempat yang mereka datangi saat itu.
BACA JUGA :
Serial Kisah Pramuka : Kakek Djoko
Kak Rapa menambahkan, bahwa banyak kejadian penting di Desa Semanggi tersebut, khususnya di lokasi yang dulu menjadi bumi perkemahan. Ada beberapa perkemahan dari sejumlah organisasi gerakan pendidikan kepanduan, baik putra maupun putri, yang diadakan di Desa Semanggi.
“Bahkan kabarnya, Lady Olave Baden-Powell* waktu berkunjung ke Indonesia, juga sempat ke Desa Semanggi, melihat kegiatan pandu-pandu putri berkemah,” urai Kak Rapa.
“Kalau tidak salah Lady Olave datang bersama Lord Baden-Powell kan ya, Kak.” Sukardi, Pemimpin Regu Macan mencoba mengonfirmasi kisah yang pernah dibacanya.
“Oh, bukan. Lady Olave memang pernah datang bersama Lord Baden-Powell, bahkan mengajak anak-anak mereka pada tahun 1934. Waktu itu, Baden-Powell sedang mengadakan perjalanan keliling dunia dengan kapal laut. Setelah dari Singapura, kapal yang ditumpanginya merapat ke Pelabuhan Tanjung Priok. Dari pelabuhan, Baden-Powell dan keluarga mengunjungi para pandu di lapangan yang sekarang kita kenal sebagai Lapangan Monumen Nasional di Jakarta. Lalu, rombongan Baden-Powell juga berkunjung ke Semarang, Candi Borobudur, dan Surabaya. Namun, mereka tidak berkunjung ke Desa Semanggi di Ciputat, karena dari Surabaya mereka melanjutkan perjalanan dengan kapal ke Australia untuk menghadiri jambore di sana.” Kak Rapa menguraikan cukup panjang lebar. alert-info
“Tapi kata kakak, Lady Olave pernah ke Desa Semanggi?” tanya Didin, Wakil Pemimpin Regu Kelelawar.
“Ya, tapi itu kunjungannya yang kedua. Kalau kunjungan pertama ketika Indonesia masih dijajah Belanda pada 1934, maka kunjungan kedua ketika Indonesia sudah merdeka pada 1958. Pada kunjungannya kedua ini, Baden-Powell sudah tak ada, karena Bapak Pandu Sedunia itu telah wafat pada tahun 1941,” jelas Kak Rapa lagi.
Lalu, Kak Rapa menceritakan, pada kunjungan kedua, Lady Olave Baden-Powell hanya ditemani beberapa orang pengurus organisasi gerakan pendidikan kepanduan putri dari Inggris. Bila ketika pertama kali datang ke Indonesia yang waktu itu masih bernama Hindia-Belanda, Lord dan Lady Baden-Powell beserta keluarga menggunakan kapal laut, maka dalam kunjungan pada Februari 1958 itu, Lady Olave Baden-Powell menggunakan pesawat terbang, Pesawat yang ditumpanginya mendarat di Lapangan Terbang Kemayoran**, kemudian Lady Olave Baden-Powell diajak berkeliling sejenak melihat kegiatan para pandu putri. alert-info
“Kabarnya, Lady Baden-Powell diajak juga melihat para pandu putri yang sedang berkemah di Desa Semanggi. Tidak lama, karena Lady Baden-Powell harus kembali ke Lapangan Terbang Kemayoran, untuk melanjutkan perjalanannya ke Australia,” tambah Kak Rapa.
Sayangnya, menurut Kak Rapa, dia belum berhasil menemukan foto dan dokumen tertulis lebih lengkap tentang kunjungan Lady Olave Baden-Powell itu ke Desa Semanggi. Walaupun demikian, menurut Kak Rapa, tidak berarti bahwa Desa Semanggi hanya sekadar pernah menjadi bumi perkemahan pramuka saja.
“Justru di Desa Semanggi inilah, cikal bakal lahirnya Gerakan Pramuka dimulai,” tegas Kak Rapa, “Kalian tentu sudah tahu, bahwa pada akhir 1950-an ada lebih dari 60 organisasi kepanduan di Indonesia. Satu sama lain saling bersaing, yang kadang-kadang kurang sehat, saling menjatuhkan dan menjelekkan. Itulah sebabnya Presiden Soekarno, presiden kita saat itu, menyatukan semuanya dalam satu wadah yang bernama Gerakan Pramuka dengan Keputusan Presiden No.238 Tahun 1961.” alert-info
“Di sinilah tercatat nama Desa Semanggi yang tak bisa dipisahkan dari sejarah lahirnya Gerakan Pramuka.” kata Kak Rapa semakin bersemangat.
Para peserta didiknya pun semakin ingin tahu kisah itu. Tentu saja Kak Rapa tak membiarkan adik-adiknya menanti terlalu lama, dia segera mengisahkan peristiwa perkemahan Persatuan Kepanduan Putri Indonesia (PKPI) di Desa Semanggi tersebut. Tak disangka, Presiden Soekarno ternyata hadir ke Desa Semanggi, dan menyampaikan pandangannya tentang gerakan pendidikan kepanduan di Indonesia.
Presiden Soekarno mengemukakan bahwa bangsa Indonesia sedang berusaha keras menyelenggarakan pembangunan di segala bidang. Sayang sekali, menurut Presiden, keadaan kepanduan di Indonesia kurang menggembirakan. “Keadaanya lemah, terpecah belah, dan hidupnya bersaing satu sama lain,” ujar Presiden yang menambahkan, “Kepanduan jelas tidak dapat diharapkan menjadi tulang punggung pembangunan.”
Maka setelah berkonsultasi dengan Pandu Agung, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Presiden Soekarno berketetapan untuk menyatukan berbagai organisasi yang ada, dalam satu wadah yang diberi nama Pramuka, yang berarti mereka yang berada di muka atau prajurit teladan.
Sayangnya, ketika akhirnya berbagai organisasi gerakan pendidikan kepanduan disatukan, timbul dilema di kalangan sebagian pandu. Apalagi ketika pengaruh komunis menguat, ingin mengubah gerakan kepanduan menjadi semacam gerakan pionir, gerakan anak muda di negara-negara komunis. Untung hal ini berhasil dicegah oleh sejumlah tokoh kepanduan saat itu, seperti Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Husein Mutahar, dan Jenderal Azis Saleh.
Belakangan, muncul pula upaya untuk memisahkan organisasi baru tersebut dengan gerakan penddiikan kepanduan yang aslinya dimulai di Inggris. Ada yang ingin menghapus jejak Baden-Powell, karena dianggap merupakan pencerminan dari imperialisme Inggris. Saat itu memang muncul situasi politik yang membenci Inggris dan Amerika Serikat, apalagi ketika Indonesia berkonfrontasi dengan Malaysia, yang merupakan negara persemakmuran Inggris.
Sampai-sampai Ketetapan MPRS No.II Tahun 1960 mempertegas bahwa sisa-sisa Baden-Powellisme harus dihapuskan dari kepanduan di Indonesia. Sebagian pandu merasa bahwa dengan kondisi itu, wadah baru bernama Pramuka bukan organisasi gerakan pendidikan kepanduan yang sebenarnya. Mereka terjebak dalam dilema, kalau tidak bergabung dengan wadah baru ini, berarti mereka tidak dapat lagi mengikuti kegiatan kepanduan. Namun, kalau mereka bergabung, ada rasa sesal dan kehilangan, karena tak boleh lagi mengikuti bentuk kegiatan yang diajarkan Baden-Powell.
Untunglah, keadaan itu kemudian berakhir. Setelah sekian tahun seolah berjalan sendiri dan nonaktif dari kegiatan kepanduan sedunia, maka pada 1967 Gerakan Pramuka menyatakan bergabung kembali dengan gerakan pendidikan kepanduan sedunia.
Catatan Kaki:
*Lady Olave Baden-Powell adalah istri dari Bapak Pandu Sedunia, Lord Baden-Powell, yang oleh Baden-Powell dipercayakan menjadi ketua organisasi gerakan kepanduan putri sedunia. Organisasi tersebut sekarang bernama World Association of Girl Guides and Girl Scouts disingkat WAGGGS. alert-success
**Lapangan Terbang Kemayoran yang kemudian diberi nama Bandar Udara Kemayoran adalah bandar udara internasional pertama di Jakarta. Mulai beroperasi pada 1941, bandara itu kemudian ditutup pada 1985, setelah berdirinya Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. alert-success
Kisah ini merupakan tulisan semi dokumenter, tulisan yang diangkat dari kisah sebenarnya, bersumber dari sejarah gerakan pendidikan kepanduan di Indonesia. alert-success
**
tulisan kak Berthlod/info/button
