Serial Kisah Pramuka : Kak BE

Serial Kisah Pramuka : Kak BE

“You must.”

Dua kata itulah yang teringat dalam benak Kak Be, saat berkunjung ke tenda Museum dan Galeri Jambore Kepanduan Sedunia ke-24. Bersama kontingen Gerakan Pramuka yang berjumlah 87 orang, Kak Be mengikuti jambore yang diadakan di Bumi Perkemahan Bechtel Summit, Virginia Barat, Amerika Serikat, dari 24 Juli sampai 2 Agustus 2019.
Ini adalah kali kedua bagi Kak Be mengikuti Jambore Kepanduan Sedunia secara penuh, sejak sebelum pembukaan secara resmi sampai penutupannya. Pertama kali, Kak Be mengikuti Jambore Kepanduan Sedunia ke-21 di Inggris pada 2007. Saat itu, selain bertugas sebagaii anggota tim manajemen kontingen, Kak Be juga terdaftar sebagai salah satu pewarta yang meliput perkemahan besar kepanduan sedunia tersebut.
Dalam Jambore Kepanduan Sedunia ke-20 di Thailand pada akhir 2002 sampai awal 2003 dan Jambore Kepanduan Sedunia ke-22 di Swedia pada 2011, Kak Be hanya terdaftar sebagai pewarta. Jadi tidak sepenuhnya berada di dalam bumi perkemahan.

BACA JUGA : Serial Kisah Pramuka : Kakek Djoko Serial Kisah Pramuka : Kak Rapa

Setelah Serial Kisah Pramuka : Kakek Djoko tak ikut pada Jambore Kepanduan Sedunia ke-23 di Jepang pada 2015, Kak Be berkesempatan mengikuti jambore berikutnya di Amerika Serikat. Di sini sebagai salah satu pimpinan kontingen, Kak Be juga terdaftar sebagai pewarta seperti jambore-jambore sebelumnya.

Kunjungan Kak Be ke tenda besar Museum dan Galeri Jambore Kepanduan Sedunia ke-24 yang terletak di dekat arena utama bumi perkemahan itu, sekaligus sebagai bagian dari liputannya. Namun bukan sekadar meliput, karena walaupun sebenarnya bahan liputan sudah cukup banyak, terbukti Kak Be masih sering mengunjungi museum itu. 

Ya, Kak Be juga seorang kolektor benda memorabilia* gerakan pendidikan kepanduan. Koleksi Kak Be umumnya benda-benda filateli**, tetapi dia juga mengoleksi pin*** dan badge**** dari berbagai organisasi dan kegiatan kepanduan.  Baginya, mengunjungi museum tersebut selain untuk belajar tentang sejarah gerakan pendidikan kepanduan, juga untuk memuaskan hati dan menyenangkan mata sebagai kolektor benda memorabilia tersebut.

Museum itu sendiri menyajikan beragam benda memorabilia gerakan pendidikan kepanduan. Mulai dari pin, badge, foto-foto, sampai bendera, poster, dan beragam peralatan yang biasa digunakan dalam kegiatan kepanduan. Lebih menarik lagi, di dalam museum itu juga dipajang benda-benda yang pernah dimiliki dan digunakan Bapak Pandu Sedunia, Lord Baden-Powell. Di antaranya, topi pandu milik Baden-Powell, yang menjadi salah satu objek utama yang diminati para pengunjung untuk melihat dan mengabadikannya dengan berbagai kamera mereka.

Bukan itu saja. Di dalam museum itu juga terdapat lembaran kuis yang bisa diisi oleh pengunjung, dan bila jawaban pengunjung itu seluruhnya benar, si pengunjung akan mendapatkan hadiah berupa badge khusus dari museum tersebut. Sebuah badge yang dicetak dalam jumlah terbatas dan hanya bisa diperoleh bagi pengunjung yang menjawab pertanyaan kuis museum dengan benar. Tak heran bila kemudian badge museum menjadi salah satu incaran para kolektor benda memorabilia gerakan pendidikan kepanduan untuk menjadi koleksi mereka.

Salah satu pertanyaan dalam kuis tersebut adalah, “Sebutkan negara yang pernah lebih dari sekali menjadi penyelenggara Jambore Kepanduan Sedunia?” Kak Be menjawab, “Inggris pada 1920, 1929, 1957, dan 2007. Lalu, Belanda pada 1937 dan 1995. Berikutnya, Kanada pada 1955 dan 1983, Jepang pada 1971 dan 2015, dan Amerika Serikat pada 1967 dan 2019.”

Walaupun, tambah Kak Be, Jambore Kepanduan Sedunia ke-24 di Amerika Serikat kali ini, penyelenggaranya bukan hanya Amerika Serikat, tetapi merupakan gabungan dari tiga organisasi nasional gerakan pendidikan kepanduan Kanada, Amerika Serikat, dan Meksiko.

“Dan Korea Selatan yang pernah jadi tuan rumah pada 1991, nanti akan kembali menjadi tuan rumah Jambore Kepanduan Sedunia ke-25 pada 2023,” ujar Kak Be sambil mengembalikan lembaran kuis tadi kepada petugas museum di sana.

“Benar sekali,” balas petugas museum itu sambil mengacungkan jempolnya, “Kalau boleh tahu, Anda dari mana?”

“Saya dari Indonesia,” jawab Kak Be bangga, sambil menambahkan, “Dan tahukah bahwa Gerakan Pramuka sebagai organisasi nasional gerakan pendidikan kepanduan di Indonesia memiliki anggota sebanyak 25 juta,. Bayangkan, di dunia ada 171 organisasi nasional gerakan pendidikan kepanduan dengan jumlah anggota sekitar 54 juta, berarti hampir setengahnya atau lebih dari 45 persen para pandu berada di Indonesia.”

“Wah, luar biasa sekali.” Lagi-lagi petugas museum itu mengacungkan jempolnya, “Kalau begitu, sudah saatnya Indonesia menjadi tuan rumah Jambore Kepanduan Sedunia?”

“Mungkinkah?” Kak Be bertanya pelan.

“Ya, tentu saja mungkin. You must. Organisasi Anda harus mencalonkan diri sebagai tuan rumah kegiatan besar ini,” ujar petugas museum itu meyakinkan.

Kak Be mengangguk. Dari segi sumber daya manusia, Gerakan Pramuka memang tidak kekurangan untuk menjadi panitia kegiatan besar tersebut. Sedangkan mengenai lokasinya, Kak Be teringat pembicaraannya dengan Kak Supriyadi yang menjadi Ketua Kontingen Gerakan Pramuka. Selain di Bumi Perkemahan Pramuka Cibubur seluas 210 hektare, menurut Kak Supriyadi, ada bumi perkemahan yang sedang disiapkan Kwartir Daerah***** Kalimantan Timur seluas 500 hektare. Bahkan kabarnya, sedang diperluas lagi lahan bumi perkemahan itu. alert-info

Tentu saja untuk menyelenggarakan kegiatan sebesar jambore yang rata-rata diikuti sekitar 40.000 peserta dari berbagai negara, bukan hanya perlu sumber daya manusia untuk panitia dan bumi perkemahan yang luas. Infrastruktur dan sarana bumi perkemahan harus pula disiapkan sebaik mungkin.

Dukungan pemerintah, swasta, dan masyarakat luas, juga dibutuhkan untuk menjadi tuan rumah kegiatan sebesar itu. Belum lagi dari persiapan transportasi dan lainnya. Ini memang akan menjadi tugas besar yang harus dipersiapkan secara matang. Tak heran bila panitia jambore-jambore semacam itu telah mempersiapkan diri jauh-jauh hari, antara 5 sampai 10 tahun sebelum pelaksanaan perkemahan besar tersebut.

Waktu yang cukup bila Gerakan Pramuka ingin mencalonkan diri sebagai tuan rumah Jambore Kepanduan Sedunia. Bila 2023 akan diadakan di Korea Selatan, dan 2027 walaupun belum ditetapkan, tetapi kabarnya Polandia akan mencalonkan diri, maka dengan memperhitungkan acara besar yang diadakan tiap 4 tahun sekali itu, Gerakan Pramuka bisa mencalonkan diri untuk menjadi tuan rumah jambore tersebut pada 2031 atau 2035. 

“Mungkinkah?”

“Mungkin, dan saya yakin negaramu mampu. Terimalah ini kenang-kenangan badge museum sebagai hadiah dari kami, dan semoga nanti ketika jambore semacam ini diadakan di negaramu, Museum dan Galeri Jambore Kepanduan Sedunia juga dapat memajang koleksi-koleksi memorabilia kepanduan yang berharga.” Petugas museum itu berkata sambil menyerahkan badge museum kepada Kak Be.

Catatan Kaki: *Benda memorabilia adalah benda kenang-kenangan. **Filateli adalah hobi mengoleksi prangko dan benda-benda pos lainnya. ***Pin adalah lambang atau logo dari logam atau plastik. ****Badge adalah lambang atau logo dari kain. Bila awalnya sebagian besar badge dibuat dengan cetakan sablon, maka kini umumnya terbuat dari bordir yang menggunakan mesin bordir komputer. *****Kwartir Daerah adalah kepengurusan Gerakan Pramuka di tingkat provinsi.
Kisah ini merupakan tulisan semi dokumenter, tulisan yang diangkat dari kisah sebenarnya, bersumber dari sejarah gerakan pendidikan kepanduan di Indonesia. alert-success

wYMzmJ.jpg

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama
close
tunasmandiricorp