Serial Kisah Pramuka : Ujang

Serial Kisah Pramuka : Ujang

UJANG

Semuanya terdiam. Tak satu pun dari 20 anak dan remaja yang diajak Baden-Powell* ke Pulau Brownsea** bisa menjawab pertanyaan yang diajukan, “Apakah kalian ingat nama kapal ferry yang membawa kita dari Pelabuhan Poole ke pulau ini?”

Padahal nama ferry itu tertulis jelas di lambung kapal, dan bisa dilihat siapa pun yang memperhatikannya saat berada di dekat dermaga pelabuhan.

“Hmm, jadi tidak ada yang memperhatikan ya?” Baden-Powell bertanya lagi, sambil merapikan kayu-kayu bakar di sekitar api unggun.

Malam hari saat berkemah di Pulau Brownsea pada awal Agustus 1907 itu memang dimanfaatkan Baden-Powell untuk berkumpul bersama mengitari api unggun. Selain bernyanyi dan bercerita, Baden-Powell tak jarang menyelipkan pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab anak-anak dan remaja yang diajaknya berkemah.

Seorang anak hanya ingat huruf depan nama kapal ferry itu. “Di depannya ada huruf H,” tutur sang anak.

Baden-Powell mengangguk, lalu berkata, “Betul, dimulai dengan huruf H, lalu ada yang bisa menyebut nama lengkapnya?”

Lagi-lagi tak ada yang menjawab, sampai seorang anak mengacungkan jari telunjuknya lalu menjawab sedikit ragu, “Hyacinth. Kalau tidak salah namanya Hyacinth.”

Baden-Powell tersenyum lebar lalu bertepuk tangan. “Betul, tepat sekali. Nama kapal ferry itu adalah Hyacinth.”

Baden-Powell kemudian bercerita pengalamannya sewaktu dia masih aktif dalam ketentaraan, sebagai bagian dari Angkatan Darat Kerajaan Inggris. “Di mana pun saya ditugaskan, saya selalu mengamatinya dengan teliti keadaan di sekitar saya. Tuhan mengaruniakan kita mata bukan sekadar untuk melihat begitu saja, tetapi juga untuk mengamati. Misalnya, saya jadi tahu jalan-jalan untuk meloloskan diri kalau dikepung musuh.”

Baden-Powell juga menyebutkan, melakukan observasi yaitu pengumpulan data dengan pengamatan yang cermat, akan membantu kita dalam berbagai hal. Misalnya, kita tahu nama jalan dan bangunan-bangunan penting di sekitar tempat itu, seperti kantor polisi, rumah sakit, tempat praktik dokter, dan sebagainya. Jadi kalau kita tersesat atau dalam keadaan darurat, kita dapat segera meminta bantuan.

Kisah Baden-Powell dan perkemahannya di Pulau Brownsea, kembali teringat oleh Regu Gagak dari Kepanduan Bangsa Indonesia cabang Batavia, ketika mereka mengadakan latihan. Kali ini, para anggota regu tersebut diajak untuk bermain kim. Nama permainan itu diambil dari nama Kimball O'Hara, yang dikisahkan oleh sastrawan terkenal, Rudyard Kipling, merupakan anak seorang sersan dari Resimen Pasukan Angkatan Darat Irlandia yang ditugaskan di India. Ceritanya sendiri ditulis Kipling dalan novelnya berjudul “Kim” yang pertama kali dipublikasikan pada 1901.

Oleh Kipling, dikisahkan Kim mempunyai kemampuan melakukan pengumpulan data melalui pengamatan yang amat baik. Baden-Powell kemudian menggunakan kisah Kim, untuk memberikan permainan-permainan yang melatih kemampuan para pramuka agar terampil mengumpulkan data melalui pengamatan yang cermat. Permainan memang menjadi bagian penting pada setiap latihan kepanduan. Melalui permainan-permainan yang mengandung unsur pendidikan, anak-anak sejak usia dini dilatih berbagai keterampilan yang membantu terbentuknya karakter positif dalam diri mereka.

Ada kim lihat, di mana seorang pandu harus bisa mengamati dengan melihat secara baik. Ada kim cium, dengan memanfaatkan hidung untuk mencium bau tertentu saat mata kita ditutup. Ada juga kim raba, dengan menggunakan telapak tangan dan jari-jari untuk meraba suatu benda saat tak diperbolehkan melihat. Masih dengan mata tertututup, para pandu juga diajak bermain kim rasa, dengan memanfaatkan lidah kita untuk merasakan sesuatu benda, serta kim dengar dengan menggunakan telinga untuk mendengar bunyi-bunyian tertentu. Setelah itu, para pandu harus dapat menjawab apakah yang dimaksud, baik yang dilihat, maupun kim yang dilakukan dengan mata tertutup.

Di pojok lapangan yang ditutup dengan karung goni, terdapat benda-benda yang hrus dilihat dan diamati hanya dalam waktu 60 detik. Setelah itu, para pandu harus meninggalkan tempat itu, dan menuliskan jawaban dengan merinci semua benda yang dilihat. Bukan hanya itu, mereka juga harus dapat menganalisis benda-benda yang ada dan keterkaitan satu sama lain, sehingga menghasilkan kesimpulan tentang apa yang sebenarnya terjadi di pojok lapangan tersebut.

Regu Gagak segera membagi tugas. Dua orang melihat di sebelah kiri, dua memperhatikan di bagian tengah, dan dua pandu mengamati di bagian kanan. Sedangkan dua lainnya, memperhatikan secara keseluruhan. Setelah itu hasil pengamatan masing-masing akan digabungkan.

Tetapi kemudian timbul masalah. Ujang, salah satu anggota regu mereka, tampak kebingungan.

“Ada apa, Jang?” Amran yang menjadi pemimpin Regu Gagak bertanya.

Ujang diam saja. Namun setelah didesak, barulah Ujang menceritakan kebingungannya. Dia ternyata tak bisa melihat benda-benda kecil, seperti yang disebutkan oleh pembina pandu mereka, bahwa di pojok lapangan diletakkan benda-benda kecil yang harus diamati dengan cermat.

Amran sadar, selama ini Ujang memang tidak dapat membaca tulisan-tulisan di buku pandu mereka. “Kamu mesti pakai kacamata, Jang,” tutur Amran.

Ujang mengangguk. “Nanti. Mudah-mudahan sesuai janji ayahku, dua bulan lagi bisa membeli kacamata. Sekarang ayah masih menabung dari jualan sayur dan buahnya,” balas Ujang.

Dua hari kemudian, Ujang ditemani ayahnya berada di ruang praktik dokter mata pada Centraal Burgerlijke Ziekenhuis*****.Tidak perlu menunggu lama sampai ayah Ujang berhasil menabung, Amran dibantu Benny, Herman, dan teman-teman satu Regu Gagak, turun tangan membantu.

Benny bercerita bahwa di rumah ada sebuah kacamata milik pamannya yang sudah tak terpakai. Lalu dengan bantuan Herman yang ayahnya seorang dokter mata, Ujang mendapat bantuan pemeriksaan gratis. Kak Soeroso, Pembina Pandu mereka ikut pula menyumbangkan uang pribadinya untuk membelikan kaca yang sesuai dengan ukuran kacamata untuk Ujang.

Sebulan kemudian, Ujang menjadi pahlawan bagi Regu Gagak, karena dia berhasil menyelesaikan sandi rumput yang sengaja dirahasiakan dan ditulis di selembar kertas kecil. Berkat Ujang, Regu Gagak menjadi juara lomba sandi antarregu Kepanduan Bangsa Indonesia.

“Bukan berkat saya, ini berkat kacamata,” ujar Ujang yang disambut tawa teman-temannya.


Catatan Kaki:


*Baden-Powell atau nama lengkapnya Robert Stephenson Smyth Baden-Powell adalah yang menginisiasi dan menggagas berdirinya gerakan pendidikan kepanduan dengan mengajak 20 anak dan remaja dari kota London, Inggris, dan sekitarnya untuk berkemah bersama di Pulau Brownsea.
**Pulau Brownsea yang dapat dicapai dari Pelabuhan Poole, sekitar 156 kilometer dari London, Inggris, kini menjadi salah satu tempat penting dalam sejarah gerakan pendidikan kepanduan, karena di sanalah pertama kalinya Baden-Powell mengajak anak dan remaja untuk berkemah bersama, mengagumi kebesaran Tuhan Yang Maha Esa, dan melatih mereka dalam berbagai kegiatan di alam terbuka.
***Pramuka Penggalang adalah golongan pramuka yang berusia antara 11 sampai 15 tahun.
****Pramuka Siaga adalah golongan pramuka yang berusia antara 7 sampai 10 tahun.
*****Centraal Burgerlijke Ziekenhuis adalah Rumah Sakit Sipil (Umum) Pusat, yang kini bernama lengkap Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo dan terletak di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat alert-info

Tulisan Kak Berthold/info/button  wYMzmJ.jpgKisah ini merupakan tulisan semi dokumenter, tulisan yang diangkat dari kisah sebenarnya, bersumber dari sejarah Gerakan Pendidikan Kepanduan di Indonesia. alert-success


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama
close
tunasmandiricorp